Gunung Slamet: Cerita dari Atap Jawa Tengah

Halo semua.. Maaf aku mau cerita tentang gunung lagi. Mudah-mudahan ga bosen. Ini pengalaman di tahun 2016, sekitar 2 bulan setelah menikah, sebelum mendaki gunung Guntur. Baru sempat ku tulis di blog di tahun ini, karena memang baru kenal blog akhir-akhir ini ehehe.

Niat mendaki gunung Slamet ini terlintas begitu saja. Mengingat saya memang belum pernah ke sana. Nah, kebetulan di bulan April 2016 lalu ada libur panjang dari hari Kamis sampai hari Minggu. Saya beserta suami kemudian mengajak adik ipar dan 3 teman suami lainnya. Total team saya kali ini ada 6 orang.

Sekilas tentang Gunung Slamet
Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah. Ketinggiannya mencapai 3.428 MDPL. Gunung Slamet terletak di perbatasan kabupaten Purbalingga, Brebes, Banyumas, Tegal, dan Pemalang. Gunung Slamet merupakan gunung berapi yang status nya masih aktif, letusan terakhir terjadi saat tahun 2014 lalu.


Rute Menuju Gunung Slamet
Ada beberapa jalur untuk mencapai gunung tertinggi di Jawa Tengah ini. Namun, beberapa orang merekomendasikan kami untuk melalui jalur desa Bambangan, kabupaten Purbalingga. Selain karena memang merupakan jalur resmi, jalur ini juga memiliki trek atau jalan yang sudah jelas menuju puncak.

Dari Bandung, kami ber-empat berangkat menggunakan jasa travel menuju Purbalingga hari Rabu malam. Sedangkan 2 orang kawan lain berangkat dari Jakarta. Otomatis, team dari Bandung datang di terminal Purbalingga lebih awal. 2 teman lainnya agak kurang beruntung, mereka terjebak macet di perjalanan, sehingga mereka baru sampai Kamis siang hari.

Terminal Purbalingga - Basecamp Desa Bambangan
Sayangnya di Purbalingga belum ada layanan ojek online atau taxi online. Kami yang tidak tahu seluk beluk kota Purbalingga akhirnya menyewa angkutan umum dari terminal menuju basecamp gunung Slamet di desa Bambangan. Sharing cost sekitar 25.000 per orang.

Ternyata desa Bambangan dari terminal itu cukup jauh saudara saudara.. Kondisi jalan menuju basecamp pun cukup menanjak ditambah kelokan-kelokan tajam. Saya salut sama pak supir yang sudah lihai dalam mengendalikan kendaraannya. Sekitar pukul 1 siang, kami sampai di basecamp Bambangan.


Petualangan Dimulai
Sebelum memulai pendakian, kami beristirahat sebentar untuk sholat dan packing ulang. Sambil menunggu giliran sholat, suami saya dan 1 teman lain melakukan pendaftaran untuk mendapatkan SIMAKSI. Spontan, salah satu kawan yang memang baru pertama kali mendaki gunung berkata;

"Loh, naik gunung bayar ya? pake tiket ya ternyata?"

Saya dalam hati hanya bisa tertawa. Hihihi, hari gini mana ada yang gratis.. Setelah semua anggota team siap, kami bersama-sama melangkahkan kaki menuju puncak Slamet.

Maaf foto nya blur..
Ini Gunung atau Pasar?
Agak kaget saya ketika berjalan beberapa ratus meter dari gapura pendakian. Gunung Slamet ternyata sudah se-rame ini! Banyak tenda terpal yang menjual berbagai macam camilan dan minuman. Apa karena sedang libur panjang, sehingga warga disini banyak yang memanfaatkan moment libur untuk berjualan di gunung Slamet?

Saya mencoba untuk beristirahat sejenak di salah satu warung. Menikmati segelas es susu coklat dan mengunyah gorengan tempe mendoan. Kalau sudah capek gini mah, kayanya makanan apa saja enak ya. 

Kami melanjutkan perjalanan kembali. Puncak masih jauh, bahkan Pos 1 saja masih belum terlihat. Oh ya, untuk menuju puncak Slamet ada sekitar 8 Pos yang harus dilalui. Masing-masing pos jarak nya sekitar 1-2jam perjalanan normal. Saya tidak tahu pasti detail nya, karena saya jarang sekali mengamati waktu tempuh dari masing-masing pos, yang penting dinikmati saja setiap langkah nya.

Terpaksa Membuka Tenda di Pos 3
Saat itu, gunung Slamet sedang ramai sekali pengunjung. Kemacetan pun terjadi di sepanjang jalur menuju puncak Slamet. Aku kira di jalan raya aja yang macet, ternyata di gunung juga bisa macet. Kepadatan pendaki di gunung Slamet jadi menghambat langkah kami.

Hari semakin gelap, tapi kami masih berada di jalur Pos 2 menuju Pos 3. Kami memutuskan untuk beristirahat, memasak mie seadanya untuk mengganjal perut. Selesai makan malam, kami melanjutkan perjalanan. Target kami waktu itu adalah berkemah di Pos 5. Tapi di tengah perjalanan,  team terbagi menjadi dua, saya, adik ipar, dan suami, berjalan duluan. Sedangkan 3 teman lainnya tertinggal di belakang. 

Sampai di Pos 3, kami menunggu teman yang lain. Lama tak kelihatan, suami saya mencoba menyusul mereka ke bawah, tapi tetap tidak ketemu. Karena sudah menunggu terlalu lama, dan malam pun semakin larut, akhirnya kami terpaksa mendirikan tenda di Pos 3 untuk beristirahat. Kami masih berharap ketiga kawan kami menemukan tenda kami.


Summit Attack Kesiangan
Gunung Slamet yang dingin bikin saya mager, ingin terus didekap sleeping bag. Akibat ke-mager-an saya ini, kami bertiga baru meneruskan pendakian ke puncak setelah sholat shubuh dan sarapan, mungkin sekitar jam 6. Saya memang tidak menargetkan melihat sunrise di puncak.
Sambil berjalan, sesekali kami melihat sekeliling, siapa tau teman kami yang tertinggal ada di depan atau mendirikan tenda di salah satu pos.

Trek di gunung Slamet ini tergolong lumayan menanjak, kalau untuk pemula saya tidak akan sarankan ke sini. Takutnya kapok, hehehe.. Karena medan nya menanjak terus sampai ke puncak, hampir tidak ada jalan landai yang seringkali kami sebut "trek bonus".


Warung di Ketinggian 2.775 MDPL
Kami terus melangkahkan kaki menyusuri hutan. Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya, bahwa dari sebelum pos 1 saja sudah ada tenda-tenda yang menjual makanan. Nah, ternyata tenda-tenda para penjual ini hampir ada di setiap pos, dan tenda penjual terakhir kami temukan di Pos 5, di ketinggian 2.775 MDPL!!

Kaget, sekaligus heran, tapi sakit hati juga. Kalau udah banyak yang jualan gini mah, ngapain eike berat berat bawa persediaan makanan dan air minum banyak-banyak 😭

Akhirnya Puncaaakk!!
Kurang lebih 4 jam kami berjibaku dengan tanjakan-tanjakan yang lumayan membuat fisik lelah. Eh tapi saya lebih memilihi cape naik gunung daripada cape hati karena di-php-in si dia. Tanjakan terakhir dari batas vegetasi yang paling membuat saya deg-degan. Selain kemiringannya yang cukup curam, kondisi trek nya juga dipenuhi oleh bebatuan. Sungguh aku amat sangat takut tiseureuleu atau tisoledat, lebih ngeri lagi kalau ada batu yang menggelinding dari atas. Dari sepanjang jalur menuju puncak Slamet, jalur ini yang paling serem dan paling bikin php. Kayak yang deket, tapi ko ga nyampe-nyampe 😭
Wajah ogut ga banget
Alhamdulillaah.. Setelah kurang lebih 45 menit melalui jalur itu, kami menemukan papan nama dengan tulisan:

Anda berada di Puncak Gunung Slamet 3428 MDPL

Udah ga ngerti lagi gimana rasanya waktu itu. Senang sekaligus terharu begitu sampai di Puncak. Ada kesan tersendiri yang ga bisa saya gambarkan dengan kata-kata. Mungkin rasanya tuh kaya habis 4 tahun kuliah, abis itu sidang, dan langsung dinyatakan lulus! Kebayang kan gimana seneng nya.


Siluet gunung Sindoro dan Sumbing dilihat dari puncak gunung Slamet


Setelah puas mengabadikan momen di puncak, kami bertiga turun. Perjalanan turun memang lebih cepat daripada perjalanan naik, tapi buat saya, perjalanan turun itu lebih bikin lutut lemas. 😂

Di perjalanan turun, Alhamdulillah akhirnya kami menemukan tenda 3 teman kami yang sempat tertinggal kemarin. Mereka mendirikan tenda di Pos 7, dekat batas vegetasi. Kami beristirahat sejenak di tenda mereka. Selepas maghrib, saya, suami, dan adik ipar melanjutkan perjalanan turun menuju tenda kami di pos 3.

Kesurupan Massal di Pos 3 Gunung Slamet
Karena hari sudah menjelang malam, ditambah lagi 3 teman kami yang lain belum mencapai puncak, akhirnya kami memutuskan untuk bermalam kembali di Pos 3. Begitu sampai tenda, saya kecewa karena patok tenda kami dirusak, sehingga tenda kami sedikit melenoy (apa ya bahasa indonesia nya melenoy). Ditambah lagi mereka mendirikan tenda tepat di depan pintu masuk tenda kami, sehingga kami kesulitan masuk tenda. Huhuhuhu 😭

Kami terpaksa membetulkan posisi dan menggeser tenda. Setelah itu, kami memasak untuk makan malam. Saat memasak tiba-tiba ada seorang pendaki wanita menjerit, meraung-raung, menangis dan berteriak-teriak tak jelas. Saya kaget. Kemudian disusul suara pendaki lainnya yang berteriak minta tolong.

Ah, mungkin orang iseng aja. Saya pun kembali melanjutkan masak.

Tapi beberapa menit kemudian, tak cuma 1 orang pendaki wanita yang menjerit, melainkan jadi beberapa orang.di beberapa titik.  Lalu, tiba-tiba ada satu orang yang berteriak

"Rekan-rekan pendaki sekalian, saya mohon, mari kita bersama-sama berdoa, untuk rekan-rekan kita, bagi yang beragama islam, mari kita panjatkan zikir.. Saya mohon.. Tolong dimatikan dulu semua suara-suara musik.. Mari kita berzikir dan membaca surat An-nas, Al-Falaq, dan al-Ikhlas bersama-sama.."

Dan seketika suasana di Pos 3 gunung Slamet riuh dengan lantunan ayat al-Qur'an dan zikir. Pendaki-pendaki yang menjerit tadi ada yang mulai tenang, ada pula yang malah makin menjerit.

Jujur, waktu itu saya benar-benar sangat takut. Saya takut jika tiba-tiba saya juga 'ketularan'. Saya kemudian memasuki tenda, sholat, membaca berbagai macam zikir, lalu membiarkan hp menyala terus dengan lantunan surat yasin semalaman. Setelah hati sedikit tenang, saya buru-buru tidur. Begitu menutup mata, eh tiba-tiba orang di tenda sebelah teriak:

"AAAHHHH.. Pergi kalian semua dari sini!!!"

Wow, yang teriak itu laki-laki. Makin ga bisa tidur lah saya. Padahal mata dan badan ini sudah sangat lelah. Saya berzikir kembali, setelah itu saya paksakan untuk tidur. Tapi tetap saja tidur saya tidak nyenyak, karena suara-suara orang yang menjerit meraung-raung masih terdengar hingga subuh tiba.

P-U-L-A-N-G
Setelah drama semalam, esok subuh nya kami melihat sekeliling. Alhamdulillah keadaan sudah tenang. Kami segera membongkar tenda dan memutuskan untuk pulang.

Sekitar pukul 7, kami meninggalkan pos 3. Daah, terimakasih gunung Slamet atas semua pengalaman yang sudah diberikan. Semoga nanti saya bisa berjumpa lagi dengan pesona mu tanpa ada drama kesurupan massal lagi.


Itinerary Perjalanan
Bandung - Purbalingga: 8 jam menggunakan Travel atau bus
Purbalingga - Basecamp Bambangan: 1 jam, borong angkot
Basecamp Bambangan - Puncak: kurang lebih total 8 jam


Related Posts

26 comments

  1. Saya belum pernah ke gn.slamet mb, ga ada habisnya kalau bercerita tentang gunung, horor, seru kadang sedikit saru, walau jalan mendaki dan menurun,tp ada rasa bangga bahagia yg membuat candu..ah jadi rindu.

    ReplyDelete
  2. Salut ih tteh jagoan sering naik gunung. Itu serem banget teh yg kesurupan. Kl aku kayaknya udah nangis takut..

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku juga pengen nangis tapi ga bisa,saking serem nya. hahaha. tapi setelah lewat kejadiannya kok aku ngerasanya malah bodor ya

      Delete
  3. Wah seger yah liat pemandangan pegunungan. Tapi baru tau yah kalo hiking bisa macet juga.

    ReplyDelete
  4. Kampung aku dket gunung slamet, aku yg asli situ ja g pernah nanjak kesitu hihihi.. Mantap teh ud nanjak kesitu😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah asik doong.. pasti kampung halamannya sejuk yaa deket gunung

      Delete
  5. Jadi mau sama suami ke gn slamet sambil ajak rombongan. Menantang banget nih

    ReplyDelete
  6. Baca Artikel teteh jadi pengen Hiking 😅 rindu banget sama hobi yang satu ini.. Hehe.. Serem ya kalau ada yang kesurupan ke gitu 😂 hehe ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha ayo hiking lagii aku juga rindu hikiing

      Delete
  7. Foto foto nya keren uy teh asli...
    Btw kenapa baca yg kesurupannya bodor yah? Pdahal sebenernya mencekam itu ttg yg ada di sana langsung..

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah makasiih..

      hahaha iya loh, setelah difikir2 kok malah bodor yahh

      Delete
  8. wah keren banget aseli naik gunung gini teh, rutenya sedap kuatan teteh kesana hebat

    ReplyDelete
  9. Masha Allah teh, sungguh aku ingin sekali bisa kayak Teteh 😭😭 bisa naik gunung, keliling Indonesia

    ReplyDelete
  10. Ya Allah.. pasangan kece, doyan naik gunung bareng.. serem yaa sempet ngalamin yang "aneh", tapi gak bikin kapok yaaa naik gunung lagi walau ceritanya serem.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah.. hehe

      Serem tapi malah jadi bodor teh kalau dikenang wkwkw

      Delete
  11. Teh aku mikir eta nu jualan kumaha mawa jualana wkwkwk terus ikutan nginep gitu pulang ke rumah kapan?edunlah salut buat yang jualan

    Btw aku ngeri ih kemah pramuka aja serem kalau ada yang kesurupan komo ieu kesurupan berjamaah :D

    pulang dari gunung betis gmn teh?kondean?>hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. aselinya teehh akupun ga ngerti dan merasa uyuhan eta nu jualan ngangkut barang na kumaha hahaha

      itu yang kesurupan mah yang ngomong nya sompral kayanya

      haha kenapa si teteh ini bodor sihh.. betis makin seksi lah pokonya

      Delete
  12. batas vegetasi terakhir sampai ke puncak itu memang uji mental tingkat akhir tuhh.. berasa gak kelar-kelar treknya... ya Allah.
    Itu horor juga banyak yang kesurupan gitu ya. Alhamdulillah saya beberapa kali naik gunung gak ada kejadian seperti itu. Jangan sampai deh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyahh benerr kaya deket tapi kok ga nyampe2 hahaha

      iya nih akupun baru pertama kali ngalamin yang aneh2 gini

      Delete

Post a Comment